Pada masa Pendudukan Belanda, kalangan Tionghoa peranakan, khususnya kaum wanitanya 100% mengenakan kebaya dalam kehidupan kesehariannya. Nah, pasangan kebaya (atasan) adalah kain (bawahan) yang kemudian populer disebut sebagai Kain/Sarung Encim (karena menjadi pakaian keseharian Encim).
Penyebaran Kebaya (atasan) & Kain Encim (bawahan) ini dalam sebuah referensi dikatakan meliputi beberapa daerah seperti: Sumatra, Kalimatan, Jawa, Bali Dan Khususnya Jakarta / Batavia. Hingga kemudian di tiap-tiap daerah, Kain Encim mengalami perubahan motif/corak dan warna.
Pada jaman sekarang wanita peranakan Tionghoa boleh di bilang langka sekali kita temui mereka mengenakan kebaya Encim, kecuali di daerah (kota-kota kecil), atau pada acara-acara khusus.
Hal ini tidak berarti Kain Batik Encim sudah hilang sama sekali. Beberapa desainer fashion tanah air masih ditemui mendisain
kembali bahan batik Encim ini menjadi materi busana yang lebih modern, mengikuti trend mode kontemporer.
Sejak tahun 1850-1860 aktifitas membatik di Kota Pesisir Pekalongan telah ada. Corak dan Motif Batik Pekalongan ini mengalami perkembangan, dipengaruhi corak budaya masyarakatnya yang heterogen, termasuk kaum pendatang kala itu, yaitu bangsa eropa (yang diwakili Belanda) dan Tionghoa.
Aktivitas membatik pun kemudian tidak hanya dijalani kaum pribumi, tapi juga para pengusaha Belanda dan Tionghoa. Pengusaha pendatang ini melirik batik karena dinilai memiliki nilai ekonomis, sebab semakin meluas peminatnya, mulailah ia diandalkan dalam menopang perekonomian (sampai saat ini, sehingga wajar saja jika Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik, tak semata sebagai jargon).
Melihat perkembangan batik pada waktu itu, para pengusaha Tionghoa cepat menangkap peluang, mereka melakukan berbagai inovasi, khususnya terkait dunia pembatikan.
Memasuki periode pasca tahun 1910 produksi batik yang dihasilkan pembatik Tionghoa peranakan memenuhi pasar. Kecermatan dan kehalusan dalam membuat batik, banyak diakui jauh lebih baik dari batik yang diproduksi pengusaha Belanda kala itu.
Batik yang diproduksi Tionghoa peranakan ini memuat motif-motif yang diserap dari mitos budaya Tiongkok seperti, burung Phoenix (Hong), kura-kura, dewa-dewi, yang sebagian besar motif itu diambil dari ragam hias pada ornamen keramik china. Motif — motif itupun digabung dengan hiasan buket yang khas belanda. Nah, karya mereka inilah diantaranya yang sampai saat ini populer dengan sebutan Kain Batik Encim Pekalongan.
Pengusaha Batik keturunan Tiongkok yang memproduksi Kain Batik Encim tersebut, dan sampai saat ini cukup fenomenal diantaranya adalah Oei Soe Tjun putra dari Oei Kiem Boen dan Liem Ping Wie (masih garis keturunan Oei Kiem Boen) yang saat ini diteruskan oleh Liem Poo Hien. Dari merekalah tercipta Kain Batik Encim Pekalongan Berkualitas.
Para pelaku batik tidak hanya kaum pribumi, tapi juga para pengusaha china dan para istri orang Belanda. Pada masa itu kain batikpun kian dilirik, semakin meluas peminatnya, dan menjadi usaha yang menarik untuk diandalkan dalam perekonomian. Rentang periode sepuluh tahun (1850-1860) produksi batik terus berkembang di Pekalongan. Melihat perkembangan batik pada waktu itu, membuat orang-orang China yang berjiwa wiraswata dengan cepat menangkap peluang, melakukan berbagai inovasi, dan banyak yang berkecimpung di dunia pembatikan.
Memasuki periode pasca tahun 1910 produksi batik yang dihasilkan orang-orang china (china peranakan) memenuhi pasar. Kecermatan dan kehalusan dalam membuat batik, banyak diakui jauh lebih baik dari batik buatan orang-orang Belanda. Batik buatan orang china menggunakan motif dari mitos budaya china seperti, burung Phoenix (Hong), kura-kura, dewa-dewi, yang sebagian besar motif itu diambil dari ragam hias pada ornamen keramik china. Motif — motif itupun digabung dengan hiasan buket yang khas belanda. ntuk menandai kualitasnya, jika batik buatan orang Belanda kebanyakan ditandatangani oleh perempuan, batik pengusaha china tanda tangannya kaum pria.
Sedangkan kain batik Encim Cirebon tidak kalah menariknya dengan batik Encim Pekalongan, Menurut sejarahnya, di daerah cirebon terdapat pelabuhan yang ramai disinggahi berbagai pendatang dari dalam maupun luar negri. Salah satu pendatang yang cukup berpengaruh adalah pendatang dari Cina yang membawa kepercayaan dan seni dari negerinya.
Dalam Sejarah diterangkan bahwa Sunan Gunung Jati yang mengembangkan ajaran Islam di daerah Cirebon menikah dengan seorang putri Cina Bernama Ong Tie. Istri beliau ini sangat menaruh perhatian pada bidang seni, khususnya keramik. Motif-motif pada keramik yang dibawa dari negeri cina ini akhirnya mempengaruhi motif-motif batik hingga terjadi perpaduan antara kebudayaan Cirebon-Cina.
Batik Encim adalah identitas utama wanita peranakan Tionghoa. Pada jaman sekarang wanita peranakan Tionghoa hampir jarang memakai kebaya Encim lagi, kecuali pada acara-acara tertentu. Tetapi ini bukan berarti bahwa batik Encim sudah dilupakan
orang sama sekali. Motif batik Encim sebenarnya adalah batik yang dipengaruhi oleh campuran budaya Tionghoa dan budaya Belanda (Eropa).
Warnanya diinspirasikan oleh warna porselin "famille rose" dan "famille verte" (porselin dari periode
dinasti Ching) yang berwarna pastel dadu (pink) dan biru, sedangkan motif Eropa yaitu "buketan" atau segenggam bunga (berasal dari kata bouquet).
Kami memiliki koleksi Kain Batik Encim khas Cirebon dan Kain Batik Encim Pekalongan, anda ingin memilikinya ?
No comments:
Post a Comment